Wanita Superku, Ibu.

Bulan suci Ramadan telah tiba. Bulan di mana umat muslim di seluruh dunia mulai berlomba-lomba untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Tak hanya untuk memperbanyak pahala, Ramadan bisa menjadi penguat untuk mempererat tali silaturahmi.

Ramadan tidak lengkap rasanya jika tanpa kehadiran seorang Ibu. Ibuku adalah seorang wanita super, ia bisa menjadi “alarm” sekaligus juru masak untuk keluargaku. Pukul 3 pagi ia sudah menjadi “alarm” untuk membangunkan aku dan adikku. Di meja pun sudah tertata rapi makanan-makanan lezat buatan Ibuku. Aku hanya langsung menyantap makanannya tanpa memikirkan bagaimana cara seorang Ibu melakukan ini semua sendirian.

Begitu juga saat berbuka. Di meja sudah penuh dengan makanan berbuka, mulai dari makanan berat, goreng-gorengan, hingga takjil dan es buah. Terkadang aku menjadi tidak berguna untuk Ibu jika tidak bisa membantu ia memasak. Namun, Ibuku paham. Kegiatan di kampus membuat aku selalu pulang terlambat dan tidak sempat membantu ia memasak.

Aku sebagai seorang anak merasa bersalah. Seringkali Ibuku berbuka sendirian di rumah, karena aku harus buka bersama dengan teman-temanku di luar. Ibu pernah mengirimku pesan, “Cepat pulang, adikmu bukber sama teman-temannya. Masa Ibu buka sendirian”. Aku hanya bisa membalas, “Aku gak buka di rumah, ada bukber sama temen sekelas”. Aku tidak tahu apa perasaannya saat itu. Pasti ia sedih, ia merasa sendirian karena anaknya tidak bisa menemani ia berbuka di rumah.

Di balik sifat-sifatnya yang menyebalkan, seperti selalu marah, kesal, dan cerewet, Ibu pasti sangat menyayangiku. Ia ingin anak-anaknya bisa berguna dan bisa menjadi wanita yang kuat seperti dirinya. Ia tidak akan membiarkan anak-anaknya berada di jalan yang salah.  Setiap langkah yang kuambil pasti ada peran seorang Ibu di dalamnya. Di saat hancur, gagal, dan putus asa dia akan selalu setia menemani.

Namun, balasan apa yang bisa aku berikan sebagai seorang anak?

Balasan seperti apa yang bisa menggantikan begitu banyaknya pengorbanan seorang Ibu kepadaku?

Uang sebanyak apa pun tidak akan bisa menggantikan semua yang diberikan Ibu kepadaku. Maka bulan Ramadan kali ini, aku hanya bisa mendoakan Ibu di setiap salatku. Aku hanya mampu membalasnya dengan menyisipkan nama ibu di setiap sujudku. Maaf Ibu, aku belum mampu memberikan apa pun kepadamu. Ya Allah, jagalah Ibuku. Buatlah wanita super itu selalu tersenyum dan bahagia selamanya.

Penulis : Annisa Nur Fauzi/mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Program Studi Jurnalistik.

 

 

 

 

 

Komentar