KESETARAAN DI MATA HUKUM: ANTARA PASIEN BPJS KESEHATAN DAN NON BPJS

Oleh : Elwindhi Febrian,S.Sn.,SH

Peneliti Pusat Kajian Hak Asasi Manusia dan Pelayanan Publik Aksa Bumi, Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar seluruh manusia, manusia selalu berkeinginan memiliki jasmani dan rohani yang sehat sehingga mereka tetap dapat melangsungkan hidup atau beraktivitas dengan normal, tetapi penyakit adalah sesuatu hal yang sulit bahkan tidak dapat ditebak kapan penyakit tersebut menyerang manusia. Ketika manusia sudah terkena suatu penyakit maka hidupnya akan direpotkan dengan penyembuhan penyakit, dan yang menjadi masalah utama bagi manusia adalah tingginya biaya kesehatan yang sangat tinggi.

Masalah biaya tersebut menjadi momok bagi masyarakat yang memiliki pendapatan rendah tentu sangat terbebani dengan masalah biaya dan satu-satunya harapan yang paling logisadalah mendapatkan bantuan dari pemerintah supaya mendapatkan pengobatan dengan biaya murah bahkan biaya pengobatan gratis.

Negara Republik Indonesia merupakan negara yang sangat memperhatikan masalah kesehatan bagi warga negaranya, hal tersebut dapat dilihat di UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) dengan bunyi  setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh kesehatan. Kemudian di dalam bunyi Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 secara garis besar adalah setiap orang berhak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak dan negara hadir untuk memberikan fasilitas tersebut, jadi tidak menjadi masalah ketika warga negara Indonesia menuntut hak atas pelayanan kesehatan yang layak kepada negara baik warga negara yang berpengasilan rendah maupun warga negara yang berpenghasilan tinggi.

Negara Republik Indonesia membentuk sebuah badan khusus untuk membantu warga negaranya terkait dengan sistem pembiayaan kesehatan untuk membangun derajat kesehatan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik, badan tersebut dikenal dengan Badan Penyelenggara Jasmani Sosial Kesehatan atau sering disebut BPJS Kesehatan. Hadirnya BPJS Kesehatan di tengah masyarakat Indonesia memberikan harapan kepada seluruh seluruh masyarakat Indonesia untuk mengatasi kesehatan yang mereka hadapi, tujuan dibuatnya BPJS Kesehatan sangat lah baik jika melihat visi dan misinya yaitu terwujudnya jaminan kesehatan yang berkualitas tanpa diskriminasi dengan memberikan layanan terbaik kepada peserta dan masyarakat, memperluas kepesertaan program jaminan kesehatan mencakup seluruh penduduk Indonesia, dan bersama menjaga kesinambungan finansial program jaminan kesehatan.

Luar biasanya visi dan misi BPJS Kesehatan bukan berarti tidak terdapat masalah dalam praktik di lapangan, banyak keluhan dari masyarakat saat menjadi peserta dan menggunakan haknya melalui sistem pembiayaan BPJS Kesehatan. Keluhan masyarakat yang paling banyak terdengar adalah pelayanan rumah sakit yang buruk dan terkesan diskriminasi, tidak semua obat dapat dicover, sulitnya alur periksa atau berobat, sulit mendapatkan kamar inap, dan beberapa keluhan lainnya. Kebanyakan masyarakat yang tidak puas ketika menggunakan program BPJS Kesehatan hanya bisa menggerutu dan tidak tahu bagaimana cara mereka untuk membela diri atau menuntut haknya mendapatkan pelayanan atau fasilitas kesehatan yang layak sebagaimana yang sudah diamanatkan UUD 1945, mereka hanya pasrah dengan mendapatkan pelayanan maupun fasilitas kesehatan yang buruk karena yang terfikirkan oleh mereka hanyalah sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Setiap institusi pelayanan kesehatan, baik itu Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit, dan jenis pelayanan kesehatan lainnya merupakan penyelenggara pelayanan publik yang berdasarkan UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik memiliki setumpuk tanggungjawab untuk memberikan pelayanan publik yang berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Demi terwujudnya pelayanan publik dengan berdasarkan asas-asas tersebut pelayanan publik diwajibkan untuk menyediakan sarana pengaduan. Maka dari itu pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 76/2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan publik mengatur secara lengkap pengelolaan pengaduan pelayanan publik.

Masyarakat atau pasien program BPJS Kesehatan yang dirugikan atas pelayanan kesehatan harus memiliki kesadaran untuk mengadu pada sarana pengaduan yang sudah disediakan pada pelayanan kesehatan, gunakan hak-hak kita sebagai masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Selain itu kesadaran untuk melakukan pengaduan dari masyarakat pengguna pelayanan kesehatan adalah sebagai instrumen kontrol pelayanan kesehatan sehingga diharapkan dapat membantu instansi terkait untuk selalu meningkatkan pelayanannya.

Ombudsman Sebagai Solusi        

Negara Indonesia juga memiliki lembaga negara yang memiliki fungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yaitu Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang berarti tidak dapat diintervensi oleh lembaga negara lainnya. Masyarakat atau pasien pengguna program BPJS Kesehatan yang dirugikan atas tindakan maladministrasi oleh pelayanan kesehatan dapat melaporkan perbuatan maladministrasi tersebut, arti maladmistrasi ini dijelaskan dalam UU Nomor 37/ 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu sebagai prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaran pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Laporan atau aduan masyarakat terkait maladministrasi pelayanan kesehatan kepada Ombudsman dapat mendorong peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan memperkuat pemberantasan dan pencegahan maladministrasi dan korupsi di wilayah pelayanan kesehatan sesuai dengan misi Ombudsman Republik Indonesia.

Setiap tempat pelayanan kesehatan pasti diisi oleh tenaga-tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, bidan, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki pekerjaan masing-masing dan tidak dapat saling menggantikan untuk menjamin pelayanan kesehatan yang optimal karena dilakukan oleh ahli di masing-masing bidang.

Tenaga kesehatan harus menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik profesinya dan menjalankan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), apabila pasien dengan program BPJS Kesehatan mendapatkan penanganan tenaga kesehatan dengan melanggar kode etik profesi dan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur maka pasien berhak untuk melaporkan ke organisasi profesi tenaga kesehatan. Pasien program BPJS Kesehatan yang dirugikan atas tindakan tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan dapat menuntut ganti rugi baik secara litigasi maupun non litigasi kepada pihak yang menimbulkan kerugian atas tindakan kesehatan, hal tersebut diatur dalam Pasal 58 ayat (1) UU Nomor 36/ 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Bahkan tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan dapat terkena sanksi pidana jika terbukti melakukan tindak pidana didalam menjalankan pelayanan kesehatan.

Pasien peserta BPJS Kesehatan memiliki persamaan dihadapan hukum, tidak ada diskriminasi dalam melindungi hak-hak pasien. Pasien peserta BPJS Kesehatan memiliki hak-hak yang sama dengan pasien non BPJS Kesehatan, sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, sama-sama bisa menggunakan hak membuat aduan atau laporan jika mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak layak, sama-sama bisa menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami yang timbul dari kesalahan atau kelalaian pelayanan kesehatan, sama-sama dapat melaporkan kepada pihak Kepolisisan apabila menjadi korban tindak pidana di bidang kesehatan. Pasien peserta BPJS Kesehatan harus memiliki keberanian untuk melakukan tindakan yang dibenarkan oleh hukum jika mendapatkan pelayanan yang tidak layak dari Penyelenggara kesehatan maupun dari tenaga kesehatan.

Komentar