JAKARTA | Dialog Rakyat | Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan lima tersangka dalam dugaan suap terkait pemberiaan fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin. Perkara ini diawali dengan kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 20-21 Juli 2018 di Bandung dan Jakarta.
Dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan 6 orang dan barang bukti berupa 1 unit mobil Mitsubishi Trion Exceed hitam dan 1 unit mobil Mitsubihi Pajero Sport Dakkar hitam. Selain mobil, tim mengamankan uang sebesar Rp280 juta dan USD1.410.
Setelah munculnya sejumlah fakta baru tentang dugaan keterlibatan pihak lain, KPK membuka penyelidikan baru hingga ditemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ke Penyidikan kasus tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait pemberian fasilitas atau perizinan keluar Lapas Klas I Sukamiskin.
Dalam penyidikan tersebut sekaligus ditetapkan 5 orang tersangka: WH (Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin sejak Maret 2018), DHA (Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin sejak 2016-Maret 2018), RAZ (Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi), TCW (Warga Binaan), dan FA (Warga Binaan, meninggal saat proses penyidikan berjalan).
Tersangka TCW diduga memberi Mobil Toyota Kijang Innova Putih Reborn G Luxury dengan nomor polisi D101CAT kepada DHA. Kepada WH, selama priode 14 Maret 2018-21 Juli 2018, TCW diduga telah memberikan uang Rp75 juta.
Pemberian-pemberian tersebut diduga memiliki maksud untuk mendapatkan kemudahan izin keluar Lapas dari DHA dan WH saat menjadi Kalapas Sukamiskin. Izin yang berusaha didapatkan adalah izin berobat ke luar lapas maupun izin luar biasa.
Tersangka RAZ, diduga memberi mobil Mitsubishi Pajero Sport warna hitam kepada WH.
Tersangka WH dan DHA disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP;
Tersangka TCW, dan FA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tersangka RAZ disangkakan melanggar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Terkait dengan tersangka FA, dikarenakan, didapatkan Informasi tersangka meninggal dunia saat penyidikan sedang berjalan (sekitar bulan September 2019). KPK akan mengacu pada Pasal 77 KUHP yang mengatur bahwa Kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia.
Meskipun Pasal 77 KUHP tersebut mengatur di tahapan Penuntutan, namun karena tahapan lebih lanjut dari Penyidikan adalah Penuntutan, sedangkan kewenangan Penuntutan hapus karena terdakwa meninggal, maka secara logis proses Penyidikan untuk tersangka FA tersebut tidak dapat diteruskan hingga tahapan lebih lanjut.
Selain itu, ketentuan Pasal 33 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat diterapkan karena kasus ini adalah perkara suap, sehingga tidak membuktikan ada atau tidaknya unsur kerugian keuangan negara.
Sehingga, dalam penyidikan ini, KPK akan fokus menangani perkara yang melibatkan 4 tersangka lainnya.
KPK merasa telah berupaya secara maksimal melakukan tindakan Pencegahan di Kementerian Hukum dan HAM, khususnya terkait pengelolaan Lembaga Permasyarakat. Sebelumnya pada tahun 2007 – 2011 rekomendasi kajian KPK tidak ditindaklanjuti secara serius, dan hal yang sama terulang kembali pada kajian 2018 pasca OTT dilakukan di Lapas Sukamiskin. Kami sangat menyesalkan rendahnya komitmen Pimpinan instansi untuk melakukan Pencegahan tersebut. Perlu diingat, tanggung jawab melakukan Pencegahan Korupsi berapa pada pucuk Pimpinan Instansi atau Kementerian. Komitmen yang penuh untuk memperbaiki sistem internal menjadi sangat penting. Jadi, jika ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa Pencegahan tidak berjalan efektif, hal tersebut juga perlu melihat apakah instansi yang memiliki itikad untuk memperbaiki diri.
Ada istilah yang rasanya tepat dalam konteks ini, “it takes two to tango”. Artinya, kedua belah pihak memiliki tanggungjawab yang sama, dan tidak mungkin akan berjalan jika salah satu tidak berkomitmen. Kami berharap kepemimpinan instansi-instansi atau lembaga negara berikutnya memiliki komitmen yang kuat dalam pencegahan korupsi. Karena jika korupsi berhasil dicegah maka tidak perlu dilakukan penindakan. Namun, jika kejahatan telah terjadi, sebagai penegak hukum, KPK bertanggungjawab untuk menanganinya. (hms/red)
Komentar