SUMEDANG | Dialog Rakyat | Masih melekat dalam ingatan kita, kejadian banjir dan longsor yang terjadi di Garut pada tanggal 20 september 2016, petaka itu datang saat menjelang tengah malam sewaktu sebagian besar warga Garut, sedang terlelap tidur. Tepat pada Selasa malam, banjir bandang Garut menerjang tujuh kecamatan. Tercatat sekitar 2.511 rumah rusak berat dan ringan, serta 100 rumah hilang akibat tersapu banjir bandang Garut. Sebanyak 6.361 orang pun diungsikan ke sejumlah lokasi pengungsian, seperti di Markas Komando Resor Militer dan Komando Distrik Militer setempat.
Banjir bandang tersebut merupakan yang terparah dalam 50 tahun terakhir. Bencana banjir dan tanah longsor disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor alam seperti: curah hujan yang tinggi, bentuk DAS, topografi dan faktor manusia seperti: perambahan, pendangkalan dan penyempitan sungai, pola cocok tanam yang kurang memperhatikan kaidah konservasi dan lain-lain. Tidak seimbangnya daya tampung sungai Cimanuk dengan debit air yang saat itu mencapai 255 meter kubik/detik dan berlangsung lama (4 jam), juga menjadi penyebab luapan di hulu Sungai Cimanuk.
Disamping itu banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Garut juga disebabkan antara lain karena:1. Kondisi Hulu DAS Cimanuk yang rusak, banyak kawasan resapan air yang telah dilakukan alih fungsi lahan ditambah maraknya penebangan hutan sehingga memicu peningkatan lahan kritis. 2. Eksploitasi lingkungan yang terus dilakukan pengembang dan melanggar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).3. Maraknya kegiatan pertanian yang kurang memperhatikan kaidah konservasi dan,4. Banyaknya permukiman di badan sungai sepanjang DAS Cimanuk, yang melanggar aturan. (jarak pemukiman dari badan sungai, idealnya 100 meter).
Sebagaimana komitmen Presiden RI, Jokowi dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai 40% dengan dukungan internasional pada tahun 2020, hal ini merupakan upaya mitigasi perubahan iklim global termasuk komitmen Jokowi dalam rangka penanggulangan bencana. Bencana banjir dan tanah longsor, merupakan tanggung bersama baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk sektor swasta dan masyarakat, penanganannya tidak dapat diselesaikan oleh satu instansi dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Untuk itu diperlukan sinergitas para pihak mulai tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada tingkat pengawasannya.
“Sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden RI, negara harus hadir untuk menyelesaikan penyebab terjadinya banjir dan kita tidak hanya sibuk untuk menyelesaikan akibat yang ditimbulkan, supaya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di Garut tidak terjadi lagi, karena pada akhirnya bencana alam akan merugikan masyarakat Indonesia,” tegas Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Cimanuk-Citanduy, Ir. Rukma Dayadi, M.Si didampingi Kasie RHL, Eman Suherman, S,Hut, MM pada saat Gerakan Nasional Pemulihan DAS (GNPDAS) dan Launching Bibit Produktif Jawa Barat 2019 serta Launching Bibit Produktif diDesa SukaratuKecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang, Senin (18/11/2019).
Untuk itu pada tahun 2019 ini, lanjut Rukma, khusus untuk jawa Barat penanganan DAS Cimanuk Hulu (Waduk Jati Gede) yang hulunya terdapat di Kabupaten Garut dan Citarum hulu (Baleedah, Dayeuh kolot) yang hulunya terdapat di situ Cisanti menjadi Prioritas terkait dengan terjadinya banjir bandang di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung.
Sedang dipaparkannya, khusus pada wilayah kerja BPDASHL Cimanuk Citanduy sedang dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan berupa kegiatan RHL seluas 8.500 Ha yang dilaksanakan Perum Perhutani melalui penugasan khusus dari Menteri LHK, selain itu ada juga kegiatan Kebun Bibit Rakyat sebanyak 186 KBR Unit khusus untuk Kabupaten Sumedang terdapat 19 unit KBR tahun 2019 ini dengan jumlah per unit 30.000 batang, ada pula Persemaian Permanen yang memproduksi 2,5 juta bibit pertahun dengan jenis bibit kayu kayuan juga bibit MPTS yang terdapat di Purwakarta-Garut serta Majalengka, juga pengadaan Bibit Produktif sebanyak 483.781 batang, khusus untuk Kab. Sumedang sebanyak 61.850 batang dengan jenis antara lain seperti Alpukat, Durian, Mangga, Petai dan lainnya.
“Juga di wilayah kerja BPDASHL Citarum Ciliwung Kami mengadakan bibit produktif di Jawa Barat sekitar 219.000 batang. Saya berharap melalui kegiatan ini dapat mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan, fungsi pemanfaatan dan fungsi konservasi,” harapnya.
Dikatakannya, kegiatan rehabilitasi Hutan dan lahan, merupakan investasi pemerintah yang biayanya 7 kali lebih murah daripada biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menangani dampak yang ditimbulkan dari bencana alam. Untuk itu dirinya berharap kegiatan ini harus berhasil, supaya masyarakat bisa menikmati hasilnya baik ekonomi, ekologi maupun sosial.
Sedang di luar kegiatan tersebut, Presiden Republik Indonesia, juga telah mencanangkan “Gerakan Tanam 25 Pohon setiap orang Selama Hidup”, yaitu 5 pohon saat Sekolah Dasar, 5 pohon SMP, 5 pohon SMA, 5 pohon perguruan Tinggi juga 5 pohon saat menikah. Hal ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas lingkungan, sekaligus menumbuh kembangkan budaya menanam kepada masyarakat Indonesia.
“Dalam kesempatan ini saya meminta kepada pemerintah Daerah Jawa Barat khususnya Pemerintah Kabupaten Sumedang untuk bersama-sama mengawal program ini sebaik-baiknya. Saya juga meminta kepada stakeholders lain seperti Pertanian, Pariwisata, ATR dll untuk juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, karena penyelesaiannya tidak hanya daerah hulu yang harus diselesaikan tetapi daerah hilir juga memerlukan penanganan serius seperti pendangkalan dan penyempitan sungai akibat sedimentasi, sistem drynase dan pengaturan tata ruang yang harus mengedepankan fungsi perlindungan,” himbaunya.
Disamping itu, ia juga mengajak para tokoh masyarakat, penggiat lingkungan tidak ketinggalan media massa untuk selalu mengajak masyarakat memulai pola hidup yang baik seperti tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan pola bercocok tanam yang mengabaikan kaidah konservasi.
“Ke depan penegakan hukum menjadi kunci keberhasilan penanganan DAS, sehingga tidak ada lagi perambahan dan pelanggaran tata ruang,” jelasnya.
Diceritakan, gagasan pembangunan Waduk Jatigede diajukan tahun 1963, kemudian ditindaklanjuti dengan berbagai study dan detail design. Tujuan utama dibangunnya Waduk Jatigede adalah untuk kepentingan irigasi. Bendungan Jatigede berada di DAS Cimanuk dengan luas DAS 363.630 Ha, panjang sungai Cimanuk ± 180 km, mengalir dari selatan ke Utara/laut jawa yaitu mulai dari bagian hulu di Kabupaten Garut mengalir ke Sumedang, Majalengka dan bagian hilirnya bermuara di Kabupaten Indramayu, mempunyai curah hujan tahunan rata-rata 2.800 mm dan potensi air permukaan 7,43 milyar M3/th.
“Untuk itu diharapkan masyarakat dapat menjaga, melestarikan sekaligus memanfaatkan secara baik dari bendungan jatigede ini sehingga umur yang diharapkan yaitu dapat mencapai ratusan tahun. Sehingga dengan adanya kegiatan GNPDAS Tingkat Provinsi di Desa Sukaratu Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang ini merupakan bukti nyata kita bersama dalam rangka upaya pengamanan waduk dengan cara melakukan penanaman bersama seperti saat ini,” pungkasnya.
Kegiatan GNPDAS dan Launching Bibit Produktif ini dilaksanakan bertempat di Darmaraja Sumedang diharapkannya agar dapat semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dan bukti nyata perlindungan terhadap bendungan Waduk Jatigede. Adapun rangkaian GNPDAS ini ditandai dengan pemukulan gong oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum yang diwakili Kepala Dinas Kehutanan Jabar Epi Kustiawan didampingi Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir, S.T., M.M beserta Wakil Bupati, Erwan Setiawan, Sekda Sumedang H. Herman Suryatman serta disaksikan Forkopimda Sumedang. Selain itu juga dilaksanakan penandatangan dan penyerahan MoU pemanfaatan bibit dari BPDASHL Cimanuk-Citanduy kepada Pemkab Sumedang dilanjut penanaman satu juta jenis pohon produktif secara simbolis untuk menghijaukan Kawasan Waduk Jatigede, tepatnya di wilayah Desa Sukaratu. (Red/Adv)
Komentar