BANDUNG | Dialog Rakyat | Menarik apa yang dikatakan salah seorang anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Asep Wahyuwijaya, bahwa pihak Pemprov Jabar harus mengantisipasi adanya gejolak di masyarakat soal pembagian bantuan sosial terdampak pandemi Covid-19.
Menurut Asep alias Aw, fenomena penolakan untuk menerima bantuan yang terjadi di hampir seluruh pelosok Jawa Barat ini meskipun belum masif, namun harus diantisipasi sedini mungkin
Aw yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Barat itu mengaku sudah melihat sejak awal adanya potensi kericuhan warga, jika jumlah bansos yang didistribusikan dianggap tidak proporsional.
DPRD Jawa Barat pun menurutnya sudah mengingatkan hal itu pada Pemprov Jabar.
“Secara ekstrem saya pernah juga sampaikan pada saat forum rapat pimpinan DPRD Jabar beserta jajaran Satgas Covid-19 Jabar, hati-hati dengan skenario pemberian bansos kepada warga, jika tak matang perencanaannya maka bisa menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial di akar rumput,” ujar AW seperti dilansir galamedianews.com dari Antara, Kamis (30/4/2020).
Aw memaklumi jika saran dari para legislator dianggap angin lalu oleh Pemprov Jabar. Pasalnya, pada Perppu No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemik Covid-19 tanggal 31 Maret 2020, keterlibatan parlemen dalam urusan penganggaran sudah tidak ada.
“Sebagai akibat dari telah diamputasinya hak anggaran parlemen dalam hal penanganan wabah Covid-19, protokol penanganan termasuk anggaran yang diperlukannya pun menjadi eksekutif sentris,” tuturnya.
Padahal, menurutnya permasalahan utama terjadinya kericuhan ada pada seberapa banyak pemerintah memiliki dana bantuan. Bukan seberapa banyak pintu bantuan sosial yang disediakan.
Masih dikutip dari galamedianews.com, AW juga mengatakan, krisis ekonomi dampak pandemik Covid-19 akan lebih buruk dari krisis moneter pada tahun 1998 silam. Kondisi itu harus diwaspadai oleh semua tingkatan pemerintah ketika akan meluncurkan program bansos.
“Kalau pada tahun 1998, meski para konglomerat hancur bisnisnya, namun ekonomi rakyat dengan kekuatan sektor informalnya masih mampu menggerakan ekonomi warga di arus bawah. Nah, kalau sekarang perputaran ekonomi formal di tingkat atas dan kekuatan ekonomi di sektor informal yang di arus bawah itu sama-sama hancurnya,” ujar AW. (dnd)
Komentar